Judul :
Moga Bunda Disayang Allah
No. ISBN :
979321079-b
Penulis : Tere Liye
Penerbit :
Republika
Cetakan ke- : 5
Tanggal Terbit : Agustus – 2009
Jumlah Halaman :
247
Jenis Cover :
Soft Cover
Dimensi (PxL) : 20,5 x 13,5 cm
Text Bahasa : Indonesia
Buku ini bercerita tentang anak-anak bernama
Melati yang terlahir sangat lucu menggemaskan, rambut ikalnya mengombak,
pipinya tembam seperti donut, matanya hitam legam seperti biji buah leci dan
giginya kecil bak gigi kelinci. Dia adalah anak seorang terpandang di daerah
tersebut. Keluarganya sangat menyayangi Melati.
Kisah dimulai ketika Melati tiba-tiba mulai
buta total, dan tuli total sebelum anak-anak itu sempat mengenal benda,
mengenal dunia, mengenal kata-kata bahkan belum mengenal Penciptanya. Doa dan
harapan terus dipanjatkan, berpilin menuju angkasa mengharap dikabulkan Sang
Maha Kuasa. Namun asa jauh dari kenyataan, dan ketika semua telah mencapai
titik jenuhnya. Allah terus menunjukkan kasih sayangnya.
Perjuangan Melati dimulai setelah Bunda menemukan
Pak Guru Karang. Karang merupakan pemuda yang tidak punya background
pendidikan. Namun dia memiliki sesuatu yang bahkan tidak setiap orang dengan
background pendidikan memilikinya. Dalam buku ini, Karang diceritakan mampu
ikut merasakan perasaan anak-anak yang berdiri di depannnya. Di dekatnya dan
dengan sentuhannya yang pandai menyenangkan anak-anak, Karang mampu berempati
dengan sangat dalam pada apa yang dirasakan Melati. Melati hanya melihat gelap,
hitam kosong tanpa warna. Melati hanya mendengar senyap sepi, tak ada nada.
Perjuangan belajar seorang buta tuli ini tidak
mudah karena diajar oleh seorang yang juga sedang bermasalah dengan kenangan
masa lalunya. Karang yang pencinta anak-anak, pemilik ratusan buku taman bacaan
di ibukota ini pernah mengalami kecelakaan di laut hingga menewaskan 18 orang
dan juga Qintan murid kesayangannya. Perasaan bersalah itu menjadikannya
hancur, menjadi pemabuk, hidup di malam hari, kehidupannya benar-benar hancur.
Bukan hanya doa Bunda yang terkabul, namun doa
Ibu-Ibu Gendut itu juga terkabul. Bukan hanya Melati yang mengenal dunia dan
Penciptanya, namun Karang pun bisa berdamai dengan masa lalunya.
Kelebihan
:
Pengarang menciptakan karakter Melati, Bunda
dan Karang dalam sosok masing-masing yang tidak bisa dibedakan mana yang lebih
pantas disebut sebagai tokoh utama. Di sini benar-benar terasa adanya tiga
tokoh utama yang memiliki kedudukan sama sebagai agen penderita, agen
perubahan, dan agen pencerahan. Menyadarkan kita bahwa manusia dalam
kedudukannya sendiri-sendiri sebenarnya sedang melakoni peran penting dalam
kehidupan nyata.
Cerita
ini menyuguhkan perjuangan hidup yang tidak mudah yang dialami oleh anak-anak.
Baik itu Karang yang yatim piatu maupun Melati dengan segala kekurangannya.
Namun ada satu kesamaan antara mereka, anak-anak selalu punya janji masa depan
yang lebih baik.
Penulis
berulang kali mengungkapkan kalimat yang mengingatkan pembaca untuk bersabar
dan bersyukur “Hidup ini adil, sungguh Allah Maha Adil, kitalah yang terlalu
bebal sehingga tidak tahu dimana letak keadilanNya, namun bukan berarti Allah
tidak adil”.
Kekurangan
:
Cerita ini ditulis dalam gaya bahasa
sehari-hari yang tidak baku. Penggunaan berulang-ulang kosakata yang tidak baku
serta kalimat tambahan yang tidak perlu mengganggu kenyamanan dalam membaca.
Seperti penggunaan kata “ibu-ibu gemuk” yang artinya menunjuk pada seorang ibu
yang bertubuh subur dan kata “anak-anak” untuk penunjukan kata benda seorang
anak.
Pilihan penulis dalam penempatan setting dan
kegiatan pendukung dalam novel terasa kurang tepat. Dalam novel semua tokoh
digambarkan sebagai orang-orang muslim dengan segala aktivitas dan atribut
mereka, namun pada ending cerita penulis menciptakan suasana pesta kembang api
yang dirayakan pada tahun baru Imlek oleh masyarakat termasuk para tokoh novel.
Alih-alih menyebutkan secara jelas kota atau negara terjadinya peristiwa dalam
novel, sejak awal penulis hanya menyebutkan tempat-tempat semu: “rumah di atas
bukit”, “daerah jauh dari ibukota”, “Tuan dan Bunda HK”. Jadi tidak terlihat
jelas keberagaman budaya atau mayoritas budaya penduduk yang ada di daerah
tempat tinggal tokoh Melati, sehingga kurang ada alasan tepat jika penulis
dengan tiba-tiba memasukkan salah satu kegiatan tahunan keluarga Melati adalah
merayakan tahun baru China.
Priska
S. (20208959) 2EB11
Buku bisa di download pada Link dibawah ini :
sip sip,suwun bukune mat. . .
BalasHapusyo yoi
BalasHapus